Oleh: trieelangsutajaya2008 | Agustus 17, 2011

PAK TRIMO JUARA 1 KS SD BERPRESTASI TINGKAT NASIONAL

Kami keluarga besar SDN 1 Magelung mengucapkan selamat kepada Bapak Trimo, S.Pd.,M.Pd. Kepala SDN 1 Magelung atas prestasi yang diraih sebagai Juara 1 KS Berprestasi Tingkat Nasional tahun 2011. Semoga menambah semangat dan dedikasi dalam dunia pendidikan.

Oleh: trieelangsutajaya2008 | Agustus 6, 2011

AKU HIDUP KEMBALI

Gusti, aku hidup kembali. Setelah sekian lama, aku tak memelihara “jembatan” yang kubangun ini. Gusti, ingatkan aku agar aku tak melupakan “jembatan” ini. Gusti, Agustus ini, aku mengikuti kegiatan yang maha besar dalam sejarah hidupku. Semoga Gusti, senantiasa membimbingku untuk mewujudkan mimpi itu, seperti mimpi istriku yang sudah terwujud.

Oleh: trieelangsutajaya2008 | September 17, 2009

KE SWEDIA BAGAI MIMPI

Tuhan Hyang Maha Agung….

Berikan kekuatan, kesehatan, kesejahteraan, kenyamanan, dan kecerdasan agar aku bisa mengikuti program SIDA Advanced International Trainning Program 2009 on Child Right, Classroom and School Management pada tanggal 21 September – 10 Oktober 2009 di Lund University Swedia.

Semoga aku dapat bertemu kembali dengan istri, ketiga anakku, dan orang-orang tercinta dalam hidupku.

Oleh: trieelangsutajaya2008 | Februari 27, 2009

Merakit Tulisan dalam Bentuk Esai dan Opini

oleh: Trimo, S.Pd.,M.Pd.
(Dosen IKIP PGRI Semarang)

Aja Golek Jenang, Goleka Jeneng Dhisik

Prolog:
Saat saya mencoba menuangkan kegelisahan tentang dunia pendidikan yang oleh Himpunan Mahasiswa Bahasa Jawa IKIP PGRI Semarang diberin tetenger tentang Karya Tulis Ilmiah, saya dikritik anak sulung saya habis-habisan. Kritik yang sampai sekarang belum bisa mengurai karena jawaban yang saya berikan kepada si-sulung belum bisa diterima secara ikhlas. Kritik yang dilontarkan menyangkut kurikulum Bahasa Jawa yang tempo hari sempat direvisi, “Kenapa Kurikulum Bahasa Jawa kok pakai Bahasa Indonesia?
Sebuah tanya yang bagi saya mengkristal menjadi sebuah fenomena yang layak untuk ditindakkritisi. Jika saya mencoba untuk mengurai benang kusut pendidikan khususnya dunia pendidikan “Bahasa Jawa” tentu akan ditemukan seabreg persoalan yang membutukan uluran kita (baca: generasi muda) yang sudah memutuskan untuk menjadi guru bahasa Jawa.
Berbagai fenomena, seperti guru LKS (baca: lembar kesengsaraan siswa), guru bahasa Jawa yang tidak bisa nembang macapat, guru bahasa Jawa yang tidak berani menjadi pranatacara, seolah menjadi deretan gelisah yang tak berujung manakala kita hanya bisa ngelus dhadha.
Banyak cara untuk mencoba apa yang kita lakukan ngelus dadha itu sampai pada yang kita bincangkan. Berbagai pelatihan yang berlabel peningkatan mutu guru Bahasa Jawa sudah sering dilakukan, baik intern maupun ekstern. Namun, pada tataran aplikatif belum mampu memberikan perubahan yang cukup signifikan. Setidaknya, kita perlu mengajak dhadha kita sehingga ketika ketika mengelusnya, dada kita tidak kaget.
Salah satu di antara sekian teknik ngelus dhadha yakni menjadikan diri kita (jika perlu) memaksa diri kita untuk mengemukakan gagasan dalam wujud tekstual. Tulisan sederhana ini merupakan setitik air di padang pasir yang mencoba untuk menelaah tentang latihan mengemukakan gagasan dalam bentuk essay dan opini.

Content:
Batas definisi antara essay (dalam bahasa Indonesia esai) dan opini sangat tipis sekali. Essay (dalam bahasa Indonesia esai) adalah karangan prosa yang membahas suatu masalah secara sepintas lalu dari sudut pandang pribadi penulisnya (KBBI, 2005:308). Esai lebih bersifat persuatif dan intuitif. Contoh esai adalah tulisan Butet Kertarajasa atau Darmanto Jatman di pojok kiri Suara Merdeka, atau tulisan-tulisan Sucipto Hadi Purnomo dan Suwardi Endraswara di kolom Sang Pamomong di Suara Merdeka.
Opini adalah pendapat, pikiran, pendirian (KBBI, 2005:800). Opini adalah karya tulis yang disusun untuk mengungkapkan pendapat seorang penulis atas suatu fakta/data/ pendapat orang lain berdasarkan rangkaian logika tersendiri. Sebuah opini cenderung bersifat argumentatif. Contoh opini artikel saya “Mengagas Sekolah Model” di Suara Merdeka, Implementasi Bahasa Daerah dalam Tingkah Laku Siswa di tabloid Inspirator, atau Pemberian Vitamin “D” bagi Kepala Sekolah, dan sejenisnya.
Teknik Menulis Esai dan Opini:
Sebenarnya tidak ada teori khusus manakala kita hendak menulis esai dan opini. Persoalan adalah “desa mawa cara, negara mawa tata, nulis mawa swara”. Artinya, setiap orang memiliki gaya penulisan yang khas sehingga kadang ketika kita membaca sebuah tulisan di media massa, kita berkomenter lirih “kayak gitu aja kok dimuat”.
Lantas sebenarnya senjata pamungkas apa yang bisa di siapkan saat kita menulis? Jawabannya sederhana, kemauan (bukan kemampuan). Tips yang sangat mudah ketika kita hendak menyusun huruf A-Z agar menjadi kata dan kalimat yang bermakna adalah: “mulailah menulis ketika kita sedang malas melakukan”. (mesti ora padha setuju jalaran padatan wong nulis yen lagi mood).
Tulisan ini tidak mengajak panjenengan untuk mengikuti alur kegelisahan saya. Hal ini disebabkan sudah banyak orang “berjanji” ingin berubah dalam artian latihan menulis tapi sampai detik ini masih tidur.
Namun demikian, berbagai pengalaman saya yang sampai detik ini masih berkecimpung dalam dunia tulis menulis (bahkan menjadi mata pencaharian) dapat dijadikan keca benggala bahwa menulis itu ternyata mudah (tinggal molak-malik huru A-Z).
Jika kita menulis apa pun (esai atau opini) yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah mencermati tema. Tema apa yang hendak kita bidik (bukan judul). Ketika kita menyusun judul terlebih dahulu, otak kita akan terfokus pada judul sehingga kupasan kita tentang tema yang sudah mengalir dalam alam karya kita menjadi linear. Biarkan alam karya kita berkeliaran bebas, otak kita yang menata pemikiran-pemikiran yang liar tersebut menjadi alunan melodi yang enak dibaca. Ada banyak sekali tema di sekitar kita. Namun kita hanya bisa menemukannya jika memiliki kepekaan. Jika kita banyak melihat dan mengamati lingkungan, lalu menuliskannya dalam catatan harian, ide tulisan sebenarnya “sudah ada di situ” tanpa kita perlu mencarinya. Tema itu bahkan terlalu banyak sehingga kita kesulitan memilihnya. Untuk mempersempIt pilihan, pertimbangkan aspek signifikansi (apa pentingnya buat pembaca) dan aktualitas (apakah tema itu tidak terlampau basi).
Setelah tema ditentukan, fokuskan pada permasalahan yang menggelitik dan layak untuk dicermati. Esai yang baik umumnya ringkas (“Less is more” kata Ernest Hemingway) dan fokus. Untuk bisa menjamin esai itu ditulis secara sederhana, ringkas tapi padat, pertama-tama kita harus bisa merumuskan apa yang akan kita tulis dalam sebuah kalimat pendek. Rumusan itu akan merupakan fondasi tulisan. Tulisan yang baik adalah bangunan arsitektur yang kokoh fondasinya, bukan interior yang indah(kata-kata yang mendayu-dayu) tapi keropos dasarnya.
Setelah tema kita cermati, kita perlu mengembangkan tema dalam pokok-pokok pikiran yang masih liar beterbangan ke sana kemari. Tulis saja apa yang ada di benak panjenengan (aja wedinan, aja gumunan, aja kagetan) ketika kita menemukan berbagai ide yang kontroversial. Semua gagasan yang muncul dari luapan sebuah tema, kemudian kita identifikasi, yang tidak mathuk kita buang, yang mathuk kita jadikan satu.
Terhadap yang mathuk tadi kemudian kita beri sentuhan berupa pengembangan gagasan yang lebih tajam. Jika dalam satu tema kita punya sepuluh gagasan, dan setiap gagasan kita buat satu alinea, dan setiap satu alinea kita susun sepuluh kalimat, tentu kita akan menghasilkan sebuah karya yang luar biasa. Hindari MKK (miskin kata-kata) agar uraian kita lebih berkembang.
Langkah berikutnya, kita perlu melakukan eksploitasi data dan rujukan. Tak perlu banyak berteori, namun diperlukan data yang akurat untuk mendukung gagasan kita terhadap tema yang kita tindakkritisi. Contoh: Jika kita akan mengkaji berapa jumlah mahasiswa Bahasa Jawa yang bisa nembang macapat maka kita perlu melakukan observasi intern dan ekstern sehingga kita mendapatkan data yang akurat. Kalau kita berpendapat bahwa mahasiswa bahasa Jawa IKIP PGRI Semarang lebih tertarik menonton ST-12 daripada Wayang Kulit yang kebetulan jadwalnya berbarengan, apa datanya? Yang terpenting, tak perlu takut berpendapat berbeda asal kita memiliki alasan yang didukung dengan data akurat.
Memberikan alternatif dari permasalahan yang ditelaah menjadi langkah berikutnya dalam menulis esai atau pun opini. Hal ini perlu dilakukan agar pembaca tidak memberi cap jarkoni pada penulisnya.
Ada baiknya pula kita menyimpulkan dari kajian yang dibahas, walaupun terkadang kita mendapati banyak tulisan tak ada simpulannya. Simpulan merupakan kristalisasi dari kajian yang ditindakkritisi sehingga keberadaannya akan menggiring pembaca pada ide-ide liar yang beterbangan tadi menjadi satu kesatuan yang utuh.
Langkah terakhir adalah mengedit tulisan agar tidak ada kesalahan baik ketik maupun konsep sehingga ketika naskah kita kirim ke media massa menjadi layak muat. Di sinilah sebenarnya kita bisa membuat judul yang cerdas. Menulis judul bukan merupakan hal yang mudah lantaran melalui sebuah judul orang menjadi lebih simpati dan tertarik untuk membaca. Judul merupakan aura dan pancaran sinar karya yang kita buat. Kecerdasan menulis judul bisa dilatih dengan banyak membaca, mengotik-atik kata sambung, dan memberikan apresiasi terhadap bahasa ilmiah. Anda bayangkan apa jadinya, ketika judul tulisan sederhana ini hanya “Menulis Esai dan Opini”? Tentu tidak menarik.

Sumbang Saran:
Memilih gaya penulisan membutuhkan jam terbang tersendiri. Untuk menentukan ciri khas tulisan kita, perlu berlatih dan memilih gaya penuturan yang menjadikan kita menjadi menikmati karya yang kita buat. Beberapa tema tulisan bisa lebih kuat disajikan dalam bentuk dialog. Tapi, tema yang lain mungkin lebih tepat disajikan dengan lebih banyak narasi serta deskripsi yang diperkaya dengan anekdot. Beberapa penulis memilih bentuk penuturan yang ajeg untuk setiap tema yang ditulisnya: Dialog (Umar Kayam), Reflektif (Goenawan Mohamad), Narasi (Suparta Brata, Faisal Baraas, Bondan Winarno, Ahmad Tohari), Humor/Satir (Butet Kertarajasa, Mahbub Junaedi), dan sebagainya.

Banyak cara untuk menggairahkan dan mempersiapkan kita menulis esai atau pun opini, di antaranya:
1. Merasalah “enjoy” ketika anda akan memulai menulis
2. Cermatilah fenomena actual atau “ngetrend” dalam dunia pendidikan dan cari kelemahan dari konsep tersebut.
3. Buatlah diri anda tidak percaya dengan konsep tersebut dengan cara mengkaji subtansi materi dengan kenyataan yang ada di lapangan.
4. Jangan diliputi ketakutan ketika anda mencoba mengungkap berbagai permasalahan yang mungkin muncul dalam bahasan anda.
5. Berilah solusi pemecahan masalah yang proportional sehingga karya anda menjadi cerdas dalam menelaah sebuah fenomena.
6. Belajarlah memilih dan menggunakan kata sambung yang cerdas sehingga pergantian antarkalimat dalam paragraf menarik untuk dibaca
7. Hindari penggunaan kata yang tidak efektif dan terkesan berputar-putar.
8. Lengkapi ulasan anda dengan kajian-kajian teori agar tulisan anda tampak cerdas
9. Buang jauh-jauh emosi anda ketika hendak menggeneralisasi permasalahan
10. Perkayalah diri anda dengan membaca esai/opini milik orang lain, lakukan diskusi dengan teman dekat, saudara, istri/suami, pacar untuk membaca tulisan yang sudah usai. Dengarkan komentar mereka atau kritik mereka yang paling tajam sekalipun. Mereka juga seringkali bisa membantu kita menemukan kalimat atau fakta bodoh yang perlu kita koreksi sebelum diluncurkan ke media. Sering-seringlah berkunjung ke internet. Anda akan mendapatkan apa yang diinginkan.
11. Jangan membaca ulang tulisan anda ketika baru satu paragraf, tulislah sampai selesai baru anda melakukan koreksi sehingga tulisan anda layak untuk dibaca.
12. Perkuat jaringan (link) sebagai sarana mempererat persaudaraan. Anda jangan merasa rendah diri dengan tingkat pendidikan dan status sosial.

Epilog:
Alur-alur sederhana di atas, agaknya tidak berlaku untuk penulis professional. Acapkali kita membaca tulisan orang-orang terkenal menjadi tidak paham apa yang dibicarakan atau kita kesulitan mencari pokok pikirannya. Itulah dunia kepenulisan, jika kita sudah punya nama (jeneng) maka pendapatan (jenang) akan mengalir sendirinya. Mereka (baca: para penulis professional) bisa memulai menulis dari sudut mana saja, tak harus linear layaknya panjenengan yang akan/baru berlatih menulis.
(Tak ada kebetulan, yang ada hanya makna yang belum ditemukan; Tak ada kesedihan, yang ada hanya jiwa yang sedang bertumbuh; Tak ada kekeliruan yang ada hanya pelajaran-pelajaran; Tak ada ketakutan, hanya suara guru dari dalam jiwa).

Selamat berkarya!

——————————————————————————————————————————–
Golong-gilig para dwija; Samya sengkut gya kridha mbangun nagri; Ing pe-ge-er-i satuhu; Basa jawa sinedya; Melu gladhen jurnalistik mbabar ilmu; Geguritan macapatan; Karawitan den kaudi (Pangkur)
Ngilmu iku kalakone kanthi laku; Lekase lawan kas; Tegese kas nyantosani; Setya budya pangekese dur angkara (Pocung)
Para mudha wajibmu padha estokna; Aja malang tumulih; Sinau kang giyat; Aja padha slewengan; Yen wus tamat lan mumpuni; Nulya tanjakna; Kanggo bangsa lan nagri (Durma)
Dedalane guna lawan sekti; Kudu andhap asor; Wani ngalah luhur wekasane; Tumungkula yen dipun dukani; Bapang den simpangi, Ana catur mungkur (Mijil).
Amenangi zaman edan; ewuh aya ing pambudi; Melu edan nora tahan; Yen tan melu anglakoni; Boya kaduman melik; Kaliren wekasanipun; Ndilalah kersa Allah; Beja-bejane kang lali; Luwih beja kang eling lawan waspada (Sinom)
——————————————————————————————————————————–
Nalika rembulan amung kari separo, Feb 2009
email:wisanggeni2007@yahoo.co.id
(024) 7620664 / 085740226767
——————————————————————————————————————————–

Oleh: trieelangsutajaya2008 | Februari 16, 2009

Kode Etik Guru (2008)

PEMBUKAAN

Dengan rahmat Tuhan yang Maha Esa guru Indonesia menyadari bahwa jabatan guru adalah suatu profesi yang terhormat dan mulia. Guru mengabdikan diri dan berbakti untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia indonesia yang bermain, bertakwa dan berakhlak mulia serta mengusai ilmu pengetahuan, teknologi dan seni dalam mewujudkan masyarakat yang maju, adil,makmur, dan beradap.

Guru Indonesia selalu tampil secara profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan. Melatih menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Guru Indonesia memiliki kehandalan yang tinggi sebagai sumber daya utama untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri serta menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.

Guru indonesia adalah insan yang layak ditiru dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, khususnya oleh peserta didik yang dalam melaksanakan tugas berpegang teguh pada prinsip “ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun karso, tut wuri handayani”. Dalam usaha mewujudkan prinsip-prinsip tersebut guru indonesia ketika menjalankan tugas-tugas profesional sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.

Guru indonesia bertanggung jawab mengatarkan siswanya untuk mencapai kedewasaan sebagai calon pemimpin bangsa pada semua bidang kehidupan. Untuk itu, pihak-pihak yang berkepentingan selayaknya tidak mengabaikan peranan guru dan profesinya, agar bangsa dan negara dapat tumbuh sejajar dengan bangsa lain di negara maju, baik pada masa sekarang maupun masa yang akan datang. Kondisi seperti itu bisa mengisyaratkan bahwa guru dan profesinya merupakan komponen kehidupan yang dibutuhkan oleh bangsa dan negara ini sepanjang zaman. Hanya dengan tugas pelaksanaan tugas guru secara profesional hal itu dapat diwujudkan eksitensi bangsa dan negara yang bermakna, terhormat dan dihormati dalam pergaulan antar bangsa-bangsa di dunia ini.

Peranan guru semakin penting dalam era global. Hanya melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas, kompetetif dan produktif sebagai aset nasional dalam menghadapi persaingan yang makin ketat dan berat sekarang dan dimasa datang.

Dalam melaksanakan tugas profesinya guru indonesia menyadari sepenuhnya bahwa perlu ditetapkan Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku yang mengejewantah dalam bentuk nilai-nilai moral dan etika dalam jabatan guru sebagai pendidik putera-puteri bangsa.

Bagian Satu

Pengertian, tujuan, dan Fungsi

Pasal 1

(1) Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota maasyarakat dan warga negara.

(2) Pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan luar sekolah.

Pasal 2

(1) Kode Etik Guru Indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, dan bermartabat yang dilindungi undang-undang.

(2) Kode Etik Guru Indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orangtua/wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan pemerintah sesuai dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika dan kemanusiaan.

Bagian Dua

Sumpah/Janji Guru Indonesia

Pasal 3

(1) Setiap guru mengucapkan sumpah/janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nilai moral yang termuat di dalam Kode Etik Guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berperilaku, baik di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

(2) Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja masing-masing.

(3) Setiap pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.

Pasal 4

(1) Naskah sumpah/janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.

(2) Pengambilan sumpah/janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas.

Bagian Tiga

Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional

Pasal 5

Kode Etik Guru Indonesia bersumber dari :

(1) Nilai-nilai agama dan Pancasila

(2) Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.

(3) Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spiritual,

Pasal 6

(1) Hubungan Guru dengan Peserta Didik:

a. Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tuga didik, mengajar, membimbing, mengarahkan,melatih,menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.

b. Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat

c. Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.

d. Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.

e. Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.

f. Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindak kekerasan fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.

g. Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta didik.

h. Guru secara langsung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.

i. Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.

j. Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.

k. Guru berperilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.

l. Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.

m. Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar, menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.

n. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi serta didiknya untuk alasan-alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.

o. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionallnya kepada peserta didik dengan cara-cara yang melanggar norma sosial, kebudayaan, moral, dan agama.

p. Guru tidak boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesional dengan peserta didiknya untuk memperoleh keuntungan-keuntungan pribadi.

(2) Hubungan Guru dengan Orangtua/wali Siswa :

  1. Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efisien dengan Orangtua/Wali siswa dalam melaksannakan proses pedidikan.
  2. Guru mrmberikan informasi kepada Orangtua/wali secara jujur dan objektif mengenai perkembangan peserta didik.
  3. Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang lain yang bukan orangtua/walinya.
  4. Guru memotivasi orangtua/wali siswa untuk beradaptasi dan berpatisipasi dalam memajukan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
  5. Guru berkomunikasi secara baik dengan orangtua/wali siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
  6. Guru menjunjunng tinggi hak orangtua/wali siswa untuk berkonsultasin dengannya berkaitan dengan kesejahteraan kemajuan, dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
  7. Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orangtua/wali siswa untuk memperoleh keuntungna-keuntungan pribadi.

(3) Hubungan Guru dengan Masyarakat :

  1. Guru menjalin komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pendidikan.
  2. Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembnagkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan pembelajaran.
  3. Guru peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat
  4. Guru berkerjasama secara arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
  5. Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama-sama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahteraan peserta didiknya
  6. Guru memberikan pandangan profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
  7. Guru tidak boleh membocorkan rahasia sejawat dan peserta didiknya kepada masyarakat.
  8. Guru tidak boleh menampilkan diri secara ekslusif dalam kehidupam masyarakat.

(4) Hubungan Guru dengan seklolah

  1. Guru memelihara dan eningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
  2. Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
  3. Guru menciptakan melaksanakan proses yang kondusif.
  4. Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan luar sekolah.
  5. Guru menghormati rekan sejawat.
  6. Guru saling membimbing antarsesama rekan sejawat
  7. Guru menjunung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
  8. Guru dengan berbagai cara harus membantu rekan-rekan juniornya untuk tumbuh secara profsional dan memilih jenis pelatihan yang relevan dengan tuntutan profesionalitasnya.
  9. Guru menerima otoritas kolega seniornya untuk mengekspresikan pendapat-pendapat profesionalberkaitan dengan tugas-tugas pendidikan dan pembelajaran
  10. Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
  11. Guru memliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
  12. Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaidah-kaidah agama, moral, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
  13. Guru tidak boleh mengeluarkan pernyataan-pernyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat atau calon sejawat.
  14. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya
  15. Guru tidak boleh mengoreksi tindakan-tindakan profesional sejawatnya atas dasar pendapat siswa atau masyarakat yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarnya.
  16. Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi sejawat kecuali untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
  17. Guru tidak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang langsung atau tidak langsung akan memunculkan konflik dengan sejawat.

(5) Hubungan Guru dengan Profesi :

  1. Guru menjunjung tinggi jabatan guru sebagai sebuah profesi
  2. Guru berusaha mengembangkan dan memajukan disiplin ilmu pendidikan dan bidang studi yang diajarkan
  3. Guru terus menerus meningkatkan kompetensinya
  4. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas profesionalnya dan bertanggungjawab atas konsekuensiinya.
  5. Guru menerima tugas-tugas sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindkan-tindakan profesional lainnya.
  6. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat profesionalnya.
  7. Guru tidak boleh menerima janji, pemberian dan pujian yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan-tindakan proesionalnya
  8. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dengan maksud menghindari tugas-tugas dan tanggungjawab yang muncul akibat kebijakan baru di bidang pendidikan dan pembelajaran.

(6) Hubungan guru dengan Organisasi Profesinya :

a. Guru menjadi anggota aorganisasi profesi guru dan berperan serta secara aktif dalam melaksanakan program-program organisasi bagi kepentingan kependidikan.

b. Guru memantapkan dan memajukan organisasi profesi guru yang memberikan manfaat bagi kepentingan kependidikan

c. Guru aktif mengembangkan organisasi profesi guru agar menjadi pusat informasi dan komunikasi pendidikan untuk kepentingan guru dan masyarakat.

d. Guru menjunjung tinggi tindakan dan pertimbangan pribadi dalam menjalankan tugas-tugas organisasi profesi dan bertanggungjawab atas konsekuensinya.

e. Guru menerima tugas-tugas organisasi profesi sebagai suatu bentuk tanggungjawab, inisiatif individual, dan integritas dalam tindakan-tindakan profesional lainnya.

f. Guru tidak boleh melakukan tindakan dan mengeluarkan pendapat yang dapat merendahkan martabat dan eksistensis organisasi profesinya.

g. Guru tidak boleh mengeluarkan pendapat dan bersaksi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi dari organisasi profesinya.

h. Guru tidak boleh menyatakan keluar dari keanggotaan sebagai organisasi profesi tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

(7) Hubungan Guru dengan Pemerintah :

a) Guru memiliki komitmen kuat untuk melaksanakan program pembangunan bidang pendidikan sebagaimana ditetapkan dalam UUD 1945, UU Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Tentang Guru dan Dosen, dan ketentuan Perundang-Undang lainnya.

b) Guru membantu Program pemerintah untuk mencerdaskan kehidupan berbudaya.

c) Guru berusaha menciptakan, memeliharadan meningkatkan rasa persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila dan UUD1945.

d) Guru tidak boleh menghindari kewajiban yang dibebankan oleh pemerintah atau satuan pendidikan untuk kemajuan pendidikan dan pembelajaran.

e) Guru tidak boleh melakukan tindakan pribadi atau kedinasan yang berakibat pada kerugian negara.

Bagian Empat

Pelaksanaan , Pelanggaran, dan sanksi

Pasal 7

(1) Guru dan organisasi profesi guru bertanggungjawab atas pelaksanaan Kude Etik Guru Indonesia.

(2) Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasikan Kode Etik Guru Indonesia kepada rekan sejawat Penyelenggara pendidikan, masyarakat dan pemerintah.

Pasal 8

(1) Pelanggaran adalah perilaku menyimpang dan atau tidak melaksanakan Kode Etik Guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru.

(2) Guru yang melanggar Kode Etik Guru Indonesia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.

(3) Jenis pelanggaran meliputi pelanggaran ringan sedang dan berat.

Pasal 9

(1) Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik Guru Indonesia merupakan wewenang Dewan Kehormatan Guru Indonesia.

(2) Pemberian sanksi oleh Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif

(3) Rekomendasi Dewan Kehormatan Guru Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.

(4) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.

(5) Siapapun yang mengetahui telah terjadi pelanggaran Kode Etik Guru Indonesia wajib melapor kepada Dewan Kehormatan Guru Indonesia, organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.

(6) Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan/atau tanpa bantuan organisasi profesi guru dan/atau penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan Dewan Kehormatan Guru Indonesia.

Bagian Lima

Ketentuan Tambahan

Pasal 10

Tenaga kerja asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi Kode Etik Guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.

Bagian Enam

Penutup

Pasal 11

(1) Setiap guru secara sungguh-sungguh menghayati,mengamalkan serta menjunjung tinggi Kode Etik Guru Indonesia.

(2) Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memilih organisasi profesi guru yang pembentukannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(3) Dewan Kehormatan Guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar Kode Etik Guru Indonesia.

Oleh: trieelangsutajaya2008 | November 24, 2008

Citra Guru Masa Kini

Refleksi Hari Guru Ke-63 Citra guru masa kini

SOSOK Ibu Guru Muslimah dalam Film Laskar Pelangi sangat menyentuh hati. Dengan penuh kasih ia didik murid-muridnya, ia terima semua kelebihan dan kekurangan dari murid-murid tersebut. Ia mengajar dengan penuh kelembutan dan dedikasi yang tinggi.

Dalam kebimbangan ia mampu menjadi motivator bagi para muridnya. Ketika murid membutuhkan ilmu ia menjadi transformator. Ketika harus menggali kreativitas murid ia menjadi fasilitator. Ketulusan dan kreativitas Guru Muslimah dalam mendidik para muridnya merupakan suatu pelajaran berharga yang patut diteladani, khususnya bagi kaum guru.

Seperti apa pun perubahan zaman dan perkembangan teknologi, ketulusan mengabdi seorang guru tetap diperlukan demi masa depan putra-putri bangsa. Walaupun zaman telah berubah, teknologi semakin maju, peradaban semakin berkembang nilai-nilai keluhuran budi harus tetap dipertahankan. Seorang pendidik berkewajiban untuk menumbuhkan nilai-nilai kehidupan, budi pekerti, dan norma-norma pada murid-muridnya.

Guru sebagai sosok yang digugu lan ditiru. Dari pameo tersebut tersirat pandangan serta harapan masyarakat terhadap seorang guru. Dalam kedudukan seperti itu guru tidak hanya sebagai pengajar di kelas namun juga tampil sebagai pendidik di sekolah maupun di masyarakat. Harapan ini akan menjadi rancu manakala ada oknum guru yang menyimpang dari norma-norma yang berlaku. Masyarakat menjadi ragu untuk mempercayakan pendidikan putra-putrinya kepada guru.

Bagaimana agar citra guru tetap menempati hati masyarakat? Bukan hal mudah untuk menjadi guru yang benar-benar guru, menjadi panutan masyarakat, mampu mengabdikan dirinya dengan tulus. Oleh karena itu dalam rangka menyambut hari guru ke-63 kiranya para guru wajib merenung, introspeksi diri, agar menjadi guru yang mempunyai citra di masyarakat.

Kompetensi guru
Kualitas guru belakangan ini banyak diragukan oleh berbagai kalangan masyarakat. Persoalan-persoalan yang menyangkut generasi muda selalu dikaitkan dengan kualitas guru yang pernah mendidiknya. Jika ada siswa tawuran, narkoba, brutal, guru yang pertama disalahkan.

Oleh karena itu pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan mutu dan profesionalisme guru sesuai dengan amanat perundang-undangan guru dan dosen. Berbagai upaya ini antara lain adalah dengan melakukan pelatihan, peningkatan pendidikan bergelar, sertifikasi, dan pemberian tunjangan profesi guru (sambutan Menteri Pendidikan Nasional pada Majalah Suara Guru edisi khusus Hari Ulang Tahun PGRI ke-63). Hal ini sebenarnya merupakan bentuk perhatian pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan dan citra para guru di hati masyarakat.

Profesi guru yang dulu dipandang sebelah mata berangsur-angsur mulai diperhitungkan kembali oleh masyarakat. Guru yang dulunya hanya dikenal sebagai tukang mengajar kini anggapan itu kian terkikis, sebab untuk menjadi guru harus memiliki empat kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional seperti yang tertuang dalam pasal 10 ayat 1 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Kompetensi guru juga tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru yang menyatakan bahwa guru perlu menguasai 4 (empat) kompetensi, yakni pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.

Realitas di lapangan empat kompetensi tersebut belum seluruhnya dikuasai oleh para guru. Sebagai contoh pengembangan kurikulum, guru enggan membuat Program Tahunan (Prota), Program Semester (Promes), silabus bahkan sampai Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Guru lebih senang copy paste perangkat pembelajaran yang sudah ada tanpa mencermati lebih dalam kekurangan dan kelebihan perangkat tersebut. Dalam bidang teknologi guru juga belum banyak yang memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran. Banyak guru yang masih gaptek (gagap teknologi) sehingga tidak pernah memanfaatkan internet untuk memperoleh berbagai informasi yang dibutuhkan.

Tindakan reflektif untuk meningkatkan kualitas belajar wajib dilakukan oleh guru. Kegiatan ini tercermin dalam Penelitian Tindakan Kelas ((PTK). Kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru akan lebih baik jika ditulis dalam bentuk karya tulis PTK. Selain untuk memperbaiki kualitas belajar siswa, memperbaiki kualitas pengajaran guru, juga melatih guru untuk berpikir ilmiah. Tujuan yang bagus ini tidak didukung oleh semua guru, lantaran mereka merasa kesulitan menyusun karya tulis, merasa tidak mampu, namun juga tidak mau belajar.

Guru memang profesi yang mulia, kepribadiannya pun juga harus mulia. Walaupun masih ada oknum guru yang menentang hukum. Bahkan berita-berita di koran sering memuat tindak asusila yang dilakukan oleh oknum guru. Guru yang semula harus menjadi panutan akhirnya menjadi bahan hinaan masyarakat. Guru yang seperti inilah yang mencoreng citra guru.

Upaya pemerintah
Berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru sudah dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Kegiatan tersebut, antara lain: berbagai bentuk pelatihan, seminar untuk guru-guru mulai dari tingkat gugus hingga tingkat nasional sering diselenggarakan. Hal ini sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas guru. Harapannya para guru memperoleh wawasan yang luas dalam mengembangkan karirnya sehingga ilmu-ilmu yang diperolehnya mampu diterapkan di tempat ia bekerja. Guru tidak statis, selalu memperoleh dan mengembangkan ilmunya.

Ajang bergengsi untuk guru juga digelar setiap tahun di antaranya lomba keteladanan guru, keteladanan kepala sekolah, lomba keberhasilan guru, dan sejenisnya. Dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat kompetisi tersebut akan mendorong guru untuk meningkatkan kualitasnya, selalu berinovasi, memberikan semangat dalam melaksanakan tugasnya. Sehingga kompetensi guru benar-benar teruji diajang perlombaan tersebut.

Fasilitas untuk belajar mengajar yang diberikan pemerintah juga merupakan sarana untuk meningkatkan kualitas guru dalam pembelajaran. Fasilitas tersebut akan sangat membantu guru dalam menjalankan tugasnya seperti gedung sekolah, alat peraga, buku-buku, bea siswa, dan sebagainya. Tujuan pembelajaran akan tercapai apabila pembelajaran berlangsung dengan optimal. Pembelajaran akan optimal apabila sarana dan prasarana tercukupi. Oleh karena itu fasilitas belajar mengajar sangat urgen keberadaannya.

Sertifikasi bagi guru merupakan bentuk perhatian pemerintah untuk meningkatkan kualitasnya, sebab persyaratan sertifikasi menggambarkan kompetensi guru dalam menjalankan tugasnya. Guru yang memenuhi syarat sertifikasi berhak memperoleh tunjangan profesional. Dengan program semacam ini para guru akan berlomba-lomba meningkatkan kualitas dirinya dalam menjalankan tugas mengabdikan diri dalam dunia pendidikan. Harus diakui bahwa seorang guru yang telah mendapat sertifikat dalam proses sertifikasi harus mampu menunjukkan kinerja lebih optimal. Benarkah sudah demikian? Sebuah pertanyaan yang patut untuk ditindakkritisi dengan merumuskan seperangkat instrumen penilaian untuk menilai kinerja guru yang sudah tersertifikasi.

Sebagai kado HUT Guru ke-63 agaknya kita wajib merenungkan kata-kata William Arthur Ward, “Guru biasa memberitahu, guru baik menjelaskan, guru ulung memperagakan, dan guru hebat mengilhami “. Jadilah guru hebat yang mampu mengilhami siswa sehingga mereka menjadi pemroduksi gagasan bukan pengonsumsi gagasan. Guru yang hebat akan selalu dirindukan oleh murid-muridnya. Pembelajarannya yang bermakna akan selalu ditunggu kehadirannya di sekolah. Ketulusan pengabdiannya akan selalu dikenang di hati masyarakat.

Akhirnya, selamat hari guru, selamat berjuang! Embun pagi akan selalu tersenyum menyambut kedatanganmu.

R Tantiningsih SPd
Guru SDN Anjasmoro
Semarang

(Dimuat di Koran Sore Wawasan 24 November 2008)

Oleh: trieelangsutajaya2008 | November 20, 2008

Pengembangan Diri dalam KTSP

BAB I

PENDAHULUAN

A. LANDASAN

1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 butir 6 yang mengemukakan bahwa konselor adalah pendidik, Pasal 3 bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik, dan Pasal 4 ayat (4) bahwa pendidikan diselenggarakan dengan memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran, dan Pasal 12 Ayat (1b) yang menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, Pasal 5 s.d Pasal 18 tentang standar isi untuk satuan pendidikan dasar dan menengah.

3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah, yang memuat pengembangan diri peserta didik dalam struktur kurikulum setiap satuan pendidikan difasilitasi dan/atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan.

4. Dasar Standarisasi Profesi Konseling yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Tahun 2004 untuk memberi arah pengembangan profesi konseling di sekolah dan di luar sekolah.

B. PENGERTIAN

Pengembangan diri merupakan kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran sebagai bagian integral dari kurikulum sekolah/madrasah. Kegiatan pengembangan diri merupakan upaya pembentukan watak dan kepribadian peserta didik yang dilakukan melalui kegiatan pelayanan konseling berkenaan dengan masalah pribadi dan kehidupan sosial, kegiatan belajar, dan pengembangan karir, serta kegiatan ekstra kurikuler. Di samping itu, untuk satuan pendidikan kejuruan, kegiatan pengembangan diri, khususnya pelayanan konseling ditujukan guna pengembangan kreativitas dan karir. Untuk satuan pendidikan khusus, pelayanan konseling menekankan peningkatan kecakapan hidup sesuai dengan kebutuhan khusus peserta didik.

Kegiatan pengembangan diri berupa pelayanan konseling difasilitasi/ dilaksanakan oleh konselor, dan kegiatan ekstra kurikuler dapat dibina oleh konselor, guru dan atau tenaga kependidikan lain sesuai dengan kemampuan dan kewenangnya. Pengembangan diri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan pelayanan konseling dan kegiatan ekstra kurikuler dapat megembangankan kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik.

C. TUJUAN

  1. Tujuan Umum

Pengembangan diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, kondisi dan perkembangan peserta didik, dengan memperhatikan kondisi sekolah/madrasah.

2. Tujuan Khusus

Pengembangan diri bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam mengembangkan:

a. Bakat

b. Minat

c. Kreativitas

d. Kompetensi dan kebiasaan dalam kehidupan

e. Kemampuan kehidupan keagamaan

f. Kemampuan sosial

g. Kemampuan belajar

h. Wawasan dan perencanaan karir

i. Kemampuan pemecahan masalah

j. Kemandirian

D. RUANG LINGKUP

Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegitan tidak terprogram dilaksanakan secara lansung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang diikuti oleh semua peserta didik.

Kegiatan terprogram terdiri atas dua komponen:

  1. Pelayanan konseling, meliputi pengembangan:

a. kehidupan pribadi

b. kemampuan sosial

c. kemampuan belajar

d. wawasan dan perencanaan karir

  1. Ekstra kurikuler, meliputi kegiatan:

a. kepramukaan

b. latihan kepemimpinan, ilmiah remaja, palang merah remaja

c. seni, olahraga, cinta alam, jurnalistik, teater, keagamaan

E. BENTUK-BENTUK PELAKSANAAN

1. Kegiatan pengembangan diri secara terprogram dilaksanakan dengan perencanaan khusus dalam kurun waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual, kelompok, dan atau klasikal melalui penyelenggaraan:

a. layanan dan kegiatan pendukung konseling

b. kegiatan ekstra kurikuler.

2. Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram dapat dilaksanakan sebagai berikut.

a. Rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan terjadwal, seperti: upacara bendera, senam, ibadah khusus keagamaan bersama, keberaturan, pemeliharaan kebersihan dan kesehatan diri.

b. Spontan, adalah kegiatan tidak terjadwal dalam kejadian khusus seperti: pembentukan perilaku memberi salam, membuang sampah pada tempatnya, antri, mengatasi silang pendapat (pertengkaran).

c. Keteladanan, adalah kegiatan dalam bentuk perilaku sehari-hari seperti: berpakaian rapi, berbahasa yang baik, rajin membaca, memuji kebaikan dan atau keberhasilan orang lain, datang tepat waktu.


BAB II

PENGEMBANGAN DIRI

MELALUI PELAYANAN KONSELING

A. STRUKTUR PELAYANAN KONSELING

Pelayanan konseling di sekolah/madrasah merupakan usaha membantu peserta didik dalam pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kegiatan belajar, serta perencanaan dan pengembangan karir. Pelayanan konseling memfasilitasi pengembangan peserta didik, secara individual, kelompok dan atau klasikal, sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, perkembangan, kondisi, serta peluang-peluang yang dimiliki. Pelayanan ini juga membantu mengatasi kelemahan dan hambatan serta masalah yang dihadapi peserta didik.

  1. Pengertian Konseling

Konseling adalah pelayanan bantuan untuk peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir, melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung, berdasarkan norma-norma yang berlaku.

2. Paradigma, Visi, dan Misi

a. Paradigma

Paradigma konseling adalah pelayanan bantuan psiko-pendidikan dalam bingkai budaya. Artinya, pelayanan konseling berdasarkan kaidah-kaidah keilmuan dan teknologi pendidikan serta psikologi yang dikemas dalam kaji-terapan pelayanan konseling yang diwarnai oleh budaya lingkungan peserta didik.

b. Visi

Visi pelayanan konseling adalah terwujudnya kehidupan kemanusiaan yang membahagiakan melalui tersedianya pelayanan bantuan dalam pemberian dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.

c. Misi

1) Misi pendidikan, yaitu memfasilitasi pengembangan peserta didik melalui pembentukan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan masa depan.

2) Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi pengembangan potensi dan kompetensi peserta didik di dalam lingkungan sekolah/ madrasah, keluarga dan masyarakat.

3) Misi pengentasan masalah, yaitu memfasilitasi pengentasan masalah peserta didik mengacu pada kehidupan efektif sehari-hari.

3. Bidang Pelayanan Konseling

a. Pengembangan kehidupan pribadi, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami, menilai, dan mengembangkan potensi dan kecakapan, bakat dan minat, serta kondisi sesuai dengan karakteristik kepribadian dan kebutuhan dirinya secara realistik.

b. Pengembangan kehidupan sosial, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai serta mengembangkan kemampuan hubungan sosial yang sehat dan efektif dengan teman sebaya, anggota keluarga, dan warga lingkungan sosial yang lebih luas.

c. Pengembangan kemampuan belajar, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik mengembangkan kemampuan belajar dalam rangka mengikuti pendidikan sekolah/madrasah dan belajar secara mandiri.

d. Pengembangan karir, yaitu bidang pelayanan yang membantu peserta didik dalam memahami dan menilai informasi, serta memilih dan mengambil keputusan karir.

4. Fungsi Konseling

a. Pemahaman, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya.

b. Pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya.

c. Pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya.

d. Pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya.

e. Advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan atau kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.

5. Prinsip dan Asas Konseling

a. Prinsip-prinsip konseling berkenaan dengan sasaran layanan, permasalahan yang dialami peserta didik, program pelayanan, serta tujuan dan pelaksanaan pelayanan.

b. Asas-asas konseling meliputi asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, kegiatan, kemandirian, kekinian, kedinamisan, keterpaduan, kenormatifan, keahlian, alih tangan kasus, dan tut wuri handayani.

6. Jenis Layanan Konseling

a. Orientasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah dan obyek-obyek yang dipelajari, untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik di lingkungan yang baru.

b. Informasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan.

c. Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler.

d. Penguasaan Konten, yaitu layanan yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terumata kompetensi dan atau kebiasaan yang berguna dalam kehidupan di sekolah, keluarga, dan masyarakat.

e. Konseling Perorangan, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam mengentaskan masalah pribadinya.

f. Bimbingan Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu melalui dinamika kelompok.

g. Konseling Kelompok, yaitu layanan yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan pengentasan masalah pribadi melalui dinamika kelompok.

h. Konsultasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara yang perlu dilaksanakan dalam menangani kondisi dan atau masalah peserta didik.

i. Mediasi, yaitu layanan yang membantu peserta didik menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan antarmereka.

7. Kegiatan Pendukung

a. Aplikasi Instrumentasi, yaitu kegiatan mengumpulkan data tentang diri peserta didik dan lingkungannya, melalui aplikasi berbagai instrumen, baik tes maupun non-tes.

b. Himpunan Data, yaitu kegiatan menghimpun data yang relevan dengan pengembangan peserta didik, yang diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematis, komprehensif, terpadu, dan bersifat rahasia.

c. Konferensi Kasus, yaitu kegiatan membahas permasalahan peserta didik dalam pertemuan khusus yang dihadiri oleh pihak-pihak yang dapat memberikan data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik, yang bersifat terbatas dan tertutup.

d. Kunjungan Rumah, yaitu kegiatan memperoleh data, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya masalah peserta didik melalui pertemuan dengan orang tua dan atau keluarganya.

e. Tampilan Kepustakaan, yaitu kegiatan menyediakan berbagai bahan pustaka yang dapat digunakan peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan sosial, kegiatan belajar, dan karir/jabatan.

f. Alih Tangan Kasus, yaitu kegiatan untuk memindahkan penanganan masalah peserta didik ke pihak lain sesuai keahlian dan kewenangannya.

8. Format Kegiatan

a. Individual, yaitu format kegiatan konseling yang melayani peserta didik secara perorangan.

b. Kelompok, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta didik melalui suasana dinamika kelompok.

c. Klasikal, yaitu format kegiatan konseling yang melayani sejumlah peserta didik dalam satu kelas.

d. Lapangan, yaitu format kegiatan konseling yang melayani seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau lapangan.

e. Pendekatan Khusus, yaitu format kegiatan konseling yang melayani kepentingan peserta didik melalui pendekatan kepada pihak-pihak yang dapat memberikan kemudahan.

8. Program Pelayanan

a. Jenis Program

1) Program Tahunan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.

2) Program Semesteran, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu semester yang merupakan jabaran program tahunan.

3) Program Bulanan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan yang merupakan jabaran program semesteran.

4) Program Mingguan, yaitu program pelayanan konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu yang merupakan jabaran program bulanan.

5) Program Harian, yaitu program pelayanan konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung (SATKUNG) konseling.

b. Penyusunan Program

1) Program pelayanan konseling disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi.

2) Substansi program pelayanan konseling meliputi keempat bidang, jenis layanan dan kegiatan pendukung, format kegiatan, sasaran pelayanan, dan volume/beban tugas konselor.

(Lampiran 1 dan Lampiran 2a, 2b, 2c, dan 2d)


B. PERENCANAAN KEGIATAN

1. Perencanaan kegiatan pelayanan konseling mengacu pada program tahunan yang telah dijabarkan ke dalam program semesteran, bulanan serta mingguan.

2. Perencanaan kegiatan pelayanan konseling harian yang merupakan jabaran dari program mingguan disusun dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG yang masing-masing memuat:

a. Sasaran layanan/kegiatan pendukung

b. Substansi layanan/kegiatan pendukung

c. Jenis layanan/kegiatan pendukung, serta alat bantu yang digunakan

d. Pelaksana layanan/kegiatan pendukung dan pihak-pihak yang terlibat

e. Waktu dan tempat

(Lampiran 3)

3. Rencana kegiatan pelayanan konseling mingguan meliputi kegiatan di dalam kelas dan di luar kelas untuk masing-masing kelas peserta didik yang menjadi tanggung jawab konselor. (Lampiran 1)

4. Satu kali kegiatan layanan atau kegiatan pendukung konseling berbobot ekuivalen 2 (dua) jam pembelajaran.

5. Volume keseluruhan kegiatan pelayanan konseling dalam satu minggu minimal ekuivalen dengan beban tugas wajib konselor di sekolah/ madrasah.

C. PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Bersama pendidik dan personil sekolah/madrasah lainnya, konselor berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan pengembangan diri yang bersifat rutin, insidental dan keteladanan.

2. Program pelayanan konseling yang direncanakan dalam bentuk SATLAN dan SATKUNG dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pihak-pihak yang terkait.

  1. Pelaksanaan Kegiatan Pelayanan Konseling

a. Di dalam jam pembelajaran sekolah/madrasah:

1) Kegiatan tatap muka secara klasikal dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas.

2) Volume kegiatan tatap muka klasikal adalah 2 (dua) jam per kelas per minggu dan dilaksanakan secara terjadwal

3) Kegiatan tidak tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan konsultasi, kegiatan konferensi kasus, himpunan data, kunjungan rumah, pemanfaatan kepustakaan, dan alih tangan kasus.

b. Di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah:

1) Kegiatan tatap muka dengan peserta didik untuk menyelenggarakan layanan orientasi, konseling perorangan,, bimbingan kelompok, konseling kelompok, dan mediasi, serta kegiatan lainnya yang dapat dilaksanakan di luar kelas.

2) Satu kali kegiatan layanan/pendukung konseling di luar kelas/di luar jam pembelajaran ekuivalen dengan 2 (dua) jam pembelajaran tatap muka dalam kelas.

3) Kegiatan pelayanan konseling di luar jam pembelajaran sekolah/madrasah maksimum 50% dari seluruh kegiatan pelayanan konseling, diketahui dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah.

4. Kegiatan pelayanan konseling dicatat dalam laporan pelaksanaan program (LAPELPROG). (Lampiran 4).

5. Volume dan waktu untuk pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di dalam kelas dan di luar kelas setiap minggu diatur oleh konselor dengan persetujuan pimpinan sekolah/madrasah (Lampiran 5)

6. Program pelayanan konseling pada masing-masing satuan sekolah/madrasah dikelola dengan memperhatikan keseimbangan dan kesinambungan program antarkelas dan antarjenjang kelas, dan mensinkronisasikan program pelayanan konseling dengan kegiatan pembelajaran mata pelajaran dan kegiatan ekstra kurikuler, serta mengefektifkan dan mengefisienkan penggunaan fasilitas sekolah/ madrasah.

D. PENILAIAN KEGIATAN

1. Penilaian hasil kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui:

a. Penilaian segera (LAISEG), yaitu penilaian pada akhir setiap jenis layanan dan kegiatan pendukung konseling untuk mengetahui perolehan peserta didik yang dilayani.

b. Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu minggu sampai dengan satu bulan) setelah satu jenis layanan dan atau kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui dampak layanan/kegiatan terhadap peserta didik.

c. Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG), yaitu penilaian dalam waktu tertentu (satu bulan sampai dengan satu semester) setelah satu atau beberapa layanan dan kegiatan pendukung konseling diselenggarakan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan dan atau kegiatan pendukung konseling terhadap peserta didik.

2. Penilaian proses kegiatan pelayanan konseling dilakukan melalui analisis terhadap keterlibatan unsur-unsur sebagaimana tercantum di dalam SATLAN dan SATKUNG, untuk mengetahui efektifitas dan efesiensi pelaksanaan kegiatan.

3. Hasil penilaian kegiatan pelayanan konseling dicantumkan dalam LAPELPROG (Lampiran 4).

  1. Hasil kegiatan pelayanan konseling secara keseluruhan dalam satu semester untuk setiap peserta didik dilaporkan secara kualitatif. (Lampiran 6 dan Lampiran 7)

E. PELAKSANA KEGIATAN

1. Pelaksana kegiatan pelayanan konseling adalah konselor sekolah/ madrasah.

2. Konselor pelaksana kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah wajib:

a. Menguasai spektrum pelayanan pada umumnya, khususnya pelayanan profesional konseling.

b. Merumuskan dan menjelaskan peran profesional konselor kepada pihak-pihak terkait, terutama peserta didik, pimpinan sekolah/ madrasah, sejawat pendidik, dan orang tua.

c. Melaksanakan tugas pelayanan profesional konseling yang setiap kali dipertanggungjawabkan kepada pemangku kepentingan, terutama pimpinan sekolah/madrasah, orang tua, dan peserta didik.

d. Mewaspadai hal-hal negatif yang dapat mengurangi keefektifan kegiatan pelayanan profesional konseling.

e. Mengembangkan kemampuan profesional konseling secara berkelanjutan.

(Rincian kewajiban konselor Lampiran 8).

3. Beban tugas wajib konselor ekuivalen dengan beban tugas wajib pendidik lainnya di sekolah/madrasah sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

4. Pelaksana pelayanan konseling

a. Pelaksana pelayanan konseling di SD/MI/SDLB pada dasarnya adalah guru kelas yang melaksanakan layanan orientasi, informasi, penempatan dan penyaluran, dan penguasaan konten dengan menginfusikan materi layanan tersebut ke dalam pembelajaran, serta untuk peserta didik Kelas IV, V, dan VI dapat diselenggarakan layanan konseling perorangan, bimbingan kelompok, dan konseling kelompok.

b. Pada satu SD/MI/SDLB atau sejumlah SD/MI/SDLB dapat diangkat seorang konselor untuk menyelenggarakan pelayanan konseling.

c. Pada satu SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB/SMK/MAK dapat diangkat sejumlah konselor dengan rasio seorang konselor untuk 150 orang peserta didik.

F. PENGAWASAN KEGIATAN

1. Kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan pengawasan.

2. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara:

a. interen, oleh kepala sekolah/madrasah.

b. eksteren, oleh pengawas sekolah/madrasah bidang konseling.

3. Fokus pengawasan adalah kemampuan profesional konselor dan implementasi kegiatan pelayanan konseling yang menjadi kewajiban dan tugas konselor di sekolah/madrasah.

4. Pengawasan kegiatan pelayanan konseling dilakukan secara berkala dan berkelanjutan.

5. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling di sekolah/madrasah.

BAB III

PENGEMBANGAN DIRI

MELALUI KEGIATAN EKSTRA KURIKULER

A. STRUKTUR KEGIATAN EKSTRA KURIKULER

  1. Pengertian Kegiatan Ekstra Kurikuler

Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah/madrasah.

  1. Visi dan Misi

a. Visi

Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

b. Misi

1) Menyediakan sejumlah kegiatan yang dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka.

2) Menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.

3. Fungsi Kegiatan Ekstra Kurikuler

a. Pengembangan, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitas peserta didik sesuai dengan potensi, bakat dan minat mereka.

b. Sosial, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik.

c. Rekreatif, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan suasana rileks, mengembirakan dan menyenangkan bagi peserta didik yang menunjang proses perkembangan.

d. Persiapan karir, yaitu fungsi kegiatan ekstra kurikuler untuk mengembangkan kesiapan karir peserta didik.

4. Prinsip Kegiatan Ekstra Kurikuler

a. Individual, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik masing-masing.

b. Pilihan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang sesuai dengan keinginan dan diikuti secara sukarela peserta didik.

c. Keterlibatan aktif, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang menuntut keikutsertaan peserta didik secara penuh.

d. Menyenangkan, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler dalam suasana yang disukai dan mengembirakan peserta didik.

e. Etos kerja, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang membangun semangat peserta didik untuk bekerja dengan baik dan berhasil.

f. Kemanfaatan sosial, yaitu prinsip kegiatan ekstra kurikuler yang dilaksanakan untuk kepentingan masyarakat.

5. Jenis kegiatan Ekstra Kurikuler

a. Krida, meliputi Kepramukaan, Latihan Dasar Kepemimpinan Siswa (LDKS), Palang Merah Remaja (PMR), Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (PASKIBRAKA).

b. Karya Ilmiah, meliputi Kegiatan Ilmiah Remaja (KIR), kegiatan penguasaan keilmuan dan kemampuan akademik, penelitian.

c. Latihan/lomba keberbakatan/prestasi, meliputi pengembangan bakat olah raga, seni dan budaya, cinta alam, jurnaistik, teater, keagamaan.

d. Seminar, lokakarya, dan pameran/bazar, dengan substansi antara lain karir, pendidikan, kesehatan, perlindungan HAM, keagamaan, seni budaya.

6. Format Kegiatan

a. Individual, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti peserta didik secara perorangan.

b. Kelompok, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti oleh kelompok-kelompok peserta didik.

c. Klasikal, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti peserta didik dalam satu kelas.

d. Gabungan, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti peserta didik antarkelas/antarsekolah/madraasah.

e. Lapangan, yaitu format kegiatan ekstra kurikuler yang diikuti seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau kegiatan lapangan.

B. PERENCANAAN KEGIATAN

Perencanaan kegiatan ekstra kurikuler mengacu pada jenis-jenis kegiatan yang memuat unsur-unsur:

1. Sasaran kegiatan

2. Substansi kegiatan

3. Pelaksana kegiatan dan pihak-pihak yang terkait, serta keorganisasiannya

4. Waktu dan tempat

5 Sarana

(Lampiran 10)

C. PELAKSANAAN KEGIATAN

1. Kegiatan ekstra kurikuler yang bersifat rutin, spontan dan keteladanan dilaksanakan secara langsung oleh guru, konselor dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah.

2. Kegiatan ekstra kurikuler yang terprogram dilaksanakan sesuai dengan sasaran, substansi, jenis kegiatan, waktu, tempat, dan pelaksana sebagaimana telah direncanakan. (Lampiran 11)

D. PENILAIAN KEGIATAN

Hasil dan proses kegiatan ekstra kurikuler dinilai secara kualitatif dan dilaporkan kepada pimpinan sekolah/madrasah dan pemangku kepentingan lainnya oleh penanggung jawab kegiatan.

(Lampiran 12,13, dan14)

E. PELAKSANA KEGIATAN

Pelaksana kegiatan ekstra kurikuler adalah pendidik dan atau tenaga kependidikan sesuai dengan kemampuan dan kewenangan pada substansi kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud.

F. PENGAWASAN KEGIATAN

1. Kegiatan ekstra kurikuler di sekolah/madrasah dipantau, dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan pengawasan.

2. Pengawasan kegiatan ekstra kurikuler dilakukan secara:

a. interen, oleh kepala sekolah/madrasah.

b. eksteren, oleh pihak yang secara struktural/fungsional memiliki kewenangan membina kegiatan ekstra kurikuler yang dimaksud.

3. Hasil pengawasan didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk peningkatan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan ekstra kurikuler di sekolah/madrasah.

Oleh: trieelangsutajaya2008 | November 8, 2008

Internalisasi Paradigma 4 Pilar Pendidikan

oleh: Trimo, S.Pd.,M.Pd. (IKIP PGRI Semarang)

A. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Membicarakan system pendidikan di Indonesia ibarat orang berjalan tanpa ujung tidak ada titik temu. Pejabat lebih senang membuat dan memilih kebijakan baru yang lebih spektakuler agar orang menjadi lupa dan terkonsentrasi terhadap kebijakan barunya. Lupa akan harapan dan tujuan sebuah program yang dirumuskan tentang sistem pendidikan di Indonesia.

Hal tersebut merupakan sebuah realita dunia pendidikan. Masih segar dalam ingatan kita tentang pola pengajaran di Indonesia, dari CBSA, PAKEM, Portofolio, MBS, Broad Based Education dan yang terbaru adalah KBK. Penerapan tersebut tentunya menimbulkan permasalahan baru dalam proses belajar-mengajar.

Proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu (Usman, 2000:4). Sedangkan menurut Suryosubroto, proses belajar-mengajar meliputi kegiatan yang dilakukan guru mulai dari perencanaan, pelaksanaan kegiatan sampai evaluasi dan program tindak lanjut yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu yaitu pengajaran (Suryosubroto 1997:19).

Mengacu dari kedua pendapat tersebut, maka proses belajar-mengajar yang aktif ditandai adanya serangkaian kegiatan terencana yang melibatkan siswa secara komprehensif, baik fisik, mental, intelektual dan emosionalnya.

Dalam konteks pemahaman tentang proses belajar-mengajar, guru dihadapkan pada sesuatu yang secara conditio sine qua non harus diaktualisasikan dalam bentuk pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan. Fenomena yang berkembang di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar guru terbiasa mendesain pembelajaran yang “memenangkan” guru. Artinya, guru lebih senang dianggap sebagai satu-satunya sumber belajar bagi siswa (teacher centered).

Pembelajaran didasarkan target kurikulum, juga merupakan refleksi dari saratnya beban dan materi pelajaran sehingga guru cenderung mengejar penyelesaian materi daripada mengoptimalkan substansi dari kristalisasi nilai-nilai yang seyogyanya diaktualisasikan. Artinya, guru kurang peduli dengan pentingnya kecakapan hidup (life skill) yang harus dikuasai siswa, dan lebih mementingkan pencapaian hasil belajarnya.

Kondisi tersebut sudah barang tentu rentan akan berbagai dampak negatif yang muaranya pada kualitas pendidikan di mana berada pada ambang batas “kekawatiran”. Problematika yang kompleks dalam dunia pendidikan merupakan tantangan guru, yang harus diupayakan alternatif pemecahannya. Hal ini lantaran stakeholder dalam dunia pendidikan adalah orang tua, guru, masyarakat, institusi, dan para praktisi pendidikan yang diharapkan sumbang sarannya.

Realitas di lapangan menunjukkan bahwa sebagai upaya pencapaian target kurikulum guru cenderung “memaksa” siswa menerima. Pengajaran tanpa mempertimbangkan apakah siswa mampu menguasai serta mengerti dengan apa yang ia pelajari. Kondisi dapat dilihat dari berbagai aktivitas guru, di antaranya: (1) guru memberi les/pelajaran tambahan secara berlebihan dan cenderung menerapkan metode drill, (2) guru hanya menjadi “tukang LKS”, (3) guru memberi pelajaran tidak sistematis, (4) guru memberikan PR dalam jumlah yang tidak sesuai dengan kemampuan siswa, dan (5) pengajaran tanpa media.

Ada beragam teknik yang dapat digunakan guru untuk menciptakan suasana kelas yang kondusif, kreatif, konstruktif, ceria, dan menyenangkan serta memberi ruang gerak anak untuk berkreasi, sesuai daya imajinasi masing-masing. Apabila kondisi tersebut dapat didesain guru sudah barang tentu akan bersampak pada meningkatnya kualitas pembelajaran.

Pembelajaran yang berkualitas pada akhirnya bermuara pada penciptaan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Paradigma tersebut kemudian dikenal dengan istilah PAKEM dan mendapatkan rekomendasi dari UNESCO sebagai satu bentuk pembelajaran efektif, dengan mengacu pada empat pilar pendidikan, yakni belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka persoalan mendasar yang hendak dibahas adalah: “Bagaimana internalisasi paradigma empat pilar pendidikan dalam proses belajar-mengajar sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan?

3. Tujuan dan Manfaat Penulisan Makalah

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk menelaah secara mendalam internalisasi paradigma empat pilar pendidikan dalam proses belajar-mengajar sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan

4. Manfaat Penulisan Makalah

Penyusunan makalah ini memiliki manfaat secara teoretis dan praktis. Secara teoretis makalah ini bermanfaat untuk menelaah teori-teori pembelajaran efektif yang direfleksikan dalam paradigma empat pilar pendidikan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan.

Secara praktis, makalah ini bermanfaat untuk: (1) guru, sebagai penggerakan motivasi dalam mendesain pembelajaran bermakna, (2) kepala sekolah, sebagai sarana memberkikan pembinaan bagi guru-guru dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, dan (3) pengawas sekolah, sebagai masukan dalam meningkatkan profesionalisme guru.

B. PEMBAHASAN

1. Interaksi Belajar-Mengajar

Lingrend (dalam Usman, 2000:25), mengatakan bahwa ada empat pola komunikasi dalam proses interaksi guru dengan siswa seperti digambarkan dalam diagram berikut ini:

Diagram 1

Jenis-Jenis Interaksi Dalam belajar-Mengajar

(Lingren, 1976)

G G

S S S S S S

Komunikasi satu arah Komunikasi dua arah, ada

balikan guru, tidak ada interaksi

di antara siswa

G G

S S S S S

S S

Komunikasi dua arah, Komunikasi banyak arah,

Ada balikan bagi guru interaksi optimal antara guru

Siswa berinteraksi dengan siswa, dan antara

siswa dengan siswa lainnya

Mengacu pada diagram di atas, sudah barang tentu proses belajar-mengajar merupakan kegiatan yang integral dengan menggunakan interaksi resipokral dan memanfaatkan konsep komunikasi multi arah. Namun demikian realitas di lapangan, guru masih cenderung mengadakan interaksi searah, yang berdampak pada proses pembelajaran teacher centered.

Mengoptimalkan interaksi multi arah bukanlah hal yang mudah. Namun ada beberapa kiat yang dapat digunakan guru, yakni dengan sistem TANDUR (De Porter, 2002:89), yang meliputi:

TUMBUHKAN

Tumbuhkan minat dengan memuaskan “Apakah Manfaatnya BagiKu” (AMBAK) dan manfaatkan kehidupan pelajar.

ALAMI

Ciptakan atau datangkan pengalaman umum yang dapat dimengerti semua pelajar.

NAMAI

Sediakan kata kunci, konsep, model, rumus, strategi sebagai sebuah masukan

DEMONSTRASIKAN

Sediakan kesempatan bagi pelajar untuk menunjukkan bahwa mereka tahu.

ULANGI

Tunjukkan pelajar cara-cara mengulangmateri dan menegaskan, “Aku tahu bahwa aku memang tahu.”

RAYAKAN

Pengakuan untuk menyelesaikan, partisipasi, dan pemerolehan keterampilan dan ilmu pengetahuan

2. Pembelajaran Kreatif

Jika ditelaah lebih mendalam, gambaran pengoptimalan interaksi dengan sistem TANDUR yang diadopsi dari Buku Quantum Teaching, agaknya identik dengan potret pembelajaran dengan karakteristik PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, dan menyenangkan). Secara kontekstual, pembelajaran ala PAKEM berisi serangkaian kegiatan, yang meliputi:

a. Berorientasi pada keaktifan, kreativitas, dan kemandirian siswa.

b. Siswa perlu melakukan pengamatan dan merumuskan dugaan awal.

c. Siswa perlu melakukan percobaan pengujian dan menarik kesimpulan dari percobaannya.

d. Melaporkan hasil temuannya secara langsung (otentik) dengan bimbingan guru yang aktif bertindak sebagai fasilitator dan motivator (Depdiknas, 2001:10).

Realitas di lapangan, agaknya guru kurang tertarik untuk menerapkan pembelajaran ala PAKEM lantaran memilih pembelajaran yang hanya menghafal semata. Potret pembelajaran yang selama ini diterapkan guru cenderung berkutat pada proses pembelajaran yang hanya memusatkan perhatiannya pada kemampuan otak kiri siswa saja. Sebaliknya, kemampuan otak kanan kurang ditumbuhkembangkan dan bahkan dapat juga dikatakan tidak pernah dikembangkan secara sistematis.

Kondisi itu menyebabkan pendidikan nasional tidak mampu menghasilkan orang-orang yang mandiri, kreatif, memiliki self awareness, dan orang-orang yang mampu berkomunikasi secara baik dengan lingkungan fisik, sosial dalam komunitas kehidupannya. Akibatnya, dilihat dari tingkat pendidikan tinggi, pengangguran sarjana yang secara formal termasuk kelompok “terdidik” semakin meluas (Suyanto, 2000:7).

Sebagai gambaran, berikut ini dibandingkan kemampuan otak kanan dengan kemampuan otak kiri.

Proses di belahan otak kiri

Proses di belahan otak kanan

1. Terjadi pada proses penemuan yang bersifat bagian-bagian dari suatu komponen

2. Proses berpikir analitis

3. Proses berpikir yang mementingkan tata urutan sekuensial dan serial

4. Proses berpikir temporal, terikat pada waktu kini

5. Proses berpikir verbal, matematis, notasi musikal

1. Tertarik pada proses penginte-grasian dari bagian-bagian suatu komponen menjadi satu kesatuan yang bersifat utuh dan menyeluruh

2. Proses berpikir yang bersifat relasional, konstruksinal, dan membangun suatu pola

3. Proses berpikir simultan, dan parallel

4. Proses berpikir lintas ruang, tidak terikat pada waktu kini

5. Proses berpikir yang bersifat visual, lintas ruang, musikal

Sumber: (Linda V. William, 1983)

3. Empat Pilar Pendidikan

Dalam buku Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (2001:13) paradigma pembelajaran tersebut akan menciptakan proses belajar-mengajar yang efektif, yakni: belajar mengetahui (learning to know), belajar bekerja (learning to do), belajar hidup bersama (learning to live together), dan belajar menjadi diri sendiri (learning to be).

a. Konsep learning to know menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu berperan sebagai informator, organisator, motivator, diretor, inisiator, transmitter, fasilitator, mediator, dan evaluator bagi siswanya, sehingga peserta didik perlu dimotivasi agar timbul kebutuhan terhadap informasi, keterampilan hidup, dan sikap tertentu yang ingin dikuasainya. Yusak (2003) mengatakan bahwa secara kreatif menguasai instrumen ilmu dan pemahaman yang terus berkembang, umum atau spesifik, sebagai sarana dan tujuan , dan memungkinkan terjadinya belajar sepanjang hayat.

b. Konsep learning to do menyiratkan bahwa siswa dilatih untuk sadar dan mampu melakukan suatu perbuatan atau tindakan produktif dalam ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. Terkait dengan hal tersebut maka proses belajar-mengajar perlu didesain secara aplikatif agar keterlibatan peserta didik, baik fisik, mental dan emosionalnya dapat terakomodasi sehingga mencapai tujuan yang diharapkan.

c. Konsep learning to live together merupakan tanggapan nyata terhadap arus individualisme serta sektarianisme yang semakin menggejala dewasa ini. Fenomena ini bertalian erat dengan sikap egoisme yang mengarah pada chauvinisme pada peserta didik sehingga melunturkan rasa kebersamaan dan harga-menghargai. Memahami, menghormati dan bekerja dengan orang lain, mengakui ketergantungan, hak dan tanggungjawab timbal balik yang melibatkan partisipasi aktif warga, tujuan bersama menuju kerekatan sosial, perdamaian dan semangat kerjasama demi kebaikan bersama.

d. Konsep learning to be, perlu dihayati oleh praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar mampu memiliki rasa percaya diri (self confidence) yang tinggi. Kepercayaan merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Pengembangan dan pemenuhan manusia seutuhnya yang terus “berevolusi”, mulai dengan pemahaman diri sendiri, kemudian memahami dan berhubungan dengan orang lain. Menguak kekayaan tak ternilai dalam diri.

C. PENUTUP

1. Simpulan

Berdasar uraian di atas dapat ditarik suatu pemahaman bahwa implementasi paradigma empat pilar pendidikan sebagai upaya peningkatan mutu pendidikan merupakan conditio sine qua non dalam pendidikan. Dalam pengertian paradigma tersebut mutlak diterapkan dalam proses belajar-mengajar.

Penerapan paradigma tersebut sudah barang tentu akan berdampak pada pembelajaran efektif yang direkomendasikan UNESCO yakni pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan. Konsep pembelajaran efektif tersebut bermuara pada empat pilar pendidikan, yakni (learning to know), (learning to do), (learning to live together), dan (learning to be).

Penerapan empat pilar pendidikan menuntut kemampuan profesional guru sejalan diberlakukannya otonomi daerah, khsususnya bidang pendidikan. Kemampuan professional guru akan terwujud apabila guru memiliki kesadaran dan komitmen yang tinggi dalam mengelola interaksi belajar-mengajar pada tataran mikro, dan memiliki kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu pendidikan pada tataran makro.

2. Saran

Mewujudkan kondisi ideal potret pembelajaran yang kreatif, bukanlah hal yang mudah lantaran munculnya beragam fenomena aktual dalam dunia pendidikan sangat dibutuhkan guru yang bersungguh-sungguh mengembangkan kompetensinya, baik kompetensi personal, profesional, dan kemasyarakatan.

Oleh karena itu, guru diharapkan lebih kreatif di dalam mendesain proses pembelajaran, sehingga ada perpaduan yang sinergis antara hasil pembelajaran dengan kecakapan hidup (life skill).

Kerjasama dan koordinasi antara seluruh komponen sekolah dipandang perlu agar masing-masing komponen sekolah dapat memberikan kontribusi secara maksimal, dalam menumbuhkan tunas-tunas muda harapan bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2001a. Buku 1 Manajemen Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdikbud.

________.2001b. Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

DePorter, Bobbi. 2002. Quantum Teaching. Boston: Allyn Bacon.

Suryosubroto. 1997. Proses Belajar-Mengajar di Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Suyanto. 2000. Refleksi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia Memasuki Milenium III. Yogyakarta: Adicita.

Usman, Moh Uzer. 2000. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja Rosdakarya.

William, LV. 1983. Teaching for The Two Sided. Englewood Cliffs New Jersey: Prentice Hall.

Yusak, Muchlas. 2003. Wawasan Kependidikan, Empat Pilar Pendidikan. Semarang: Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan.

Oleh: trieelangsutajaya2008 | November 8, 2008

Pembelajaran Pengayaan

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kegiatan pembelajaran tidak jarang dijumpai adanya peserta didik yang lebih cepat dalam mencapai standar kompetensi, kompetensi dasar dan penguasaan materi pelajaran yang telah ditentukan. Peserta didik kelompok ini tidak mengalami kesulitan dalam memahami materi pembelajaran maupun mengerjakan tugas-tugas atau latihan dan menyelesaikan soal-soal ulangan sebagai indikator penguasaan kompetensi. Peserta didik yang telah mencapai kompetensi lebih cepat dari peserta didik lain dapat mengembangkan dan memperdalam kecakapannya secara optimal melalui pembelajaran pengayaan. Untuk keperluan pemberian pembelajaran pengayaan perlu dipilih strategi dan langkah-langkah yang tepat setelah terlebih dahulu dilakukan identifikasi terhadap potensi lebih yang dimiliki peserta didik.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut, sekolah perlu menyusun rencana sistematis pemberian pembelajaran pengayaan untuk membantu perkembangan potensi peserta didik secara optimal.

B. Tujuan

Panduan pembelajaran pengayaan ini bertujuan untuk menyamakan pemahaman mengenai pengayaan dan membantu guru mengembangkan pembelajaran pengayaan

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup panduan ini, menyajikan latar belakang dan tujuan penyusunan panduan pembelajaran pengayaan, hakikat pembelajaran pengayaan, pelaksanaan, dan penilaian pembelajaran pengayaan.


II. PEMBELAJARAN PENGAYAAN

A. Pembelajaran Menurut Standar Nasional Pendidikan

Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran ditetapkan dalam standar isi dan standar kompetensi lulusan. Standar isi (SI) memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari mata pelajaran tertentu. Standar kompetensi lulusan (SKL) berisikan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Sementara berkenaan dengan materi yang harus dipelajari, disajikan dalam silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dikembangkan oleh guru. Menurut pasal 6 PP. 19 Th. 2005, terdapat 5 kelompok mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk jenis pendidikan umum, kejuruan, dan khusus. Kelima kelompok mata pelajaran tersebut meliputi: agama dan akhlak mulia; kewarganegaraan dan kepribadian; ilmu pengetahuan dan teknologi; estetika; jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut tidak jarang dijumpai adanya peserta didik yang memerlukan tantangan berlebih untuk mengoptimalkan perkembangan prakarsa, kreativitas, partisipasi, kemandirian, minat, bakat, keterampilan fisik, dsb. Untuk mengantisipasi potensi lebih yang dimiliki peserta didik tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran pengayaan.

B. Hakikat Pembelajaran Pengayaan

Secara umum pengayaan dapat diartikan sebagai pengalaman atau kegiatan peserta didik yang melampaui persyaratan minimal yang ditentukan oleh kurikulum dan tidak semua peserta didik dapat melakukannya.

Untuk memahami pengertian program pembelajaran pengayaan, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang berlaku berdasar Permendiknas 22, 23, dan 24 Tahun 2006 pada dasarnya menganut sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem pembelajaran tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan dan melayani perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur dengan menggunakan sistem penilaian acuan kriteria (PAK). Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik tersebut dipandang telah mencapai ketuntasan.

Dalam pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, lazimnya guru mengadakan penilaian awal untuk mengetahui kemampuan peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari sebelum pembelajaran dimulai. Kemudian dilaksanakan pembelajaran dengan menggunakan berbagai strategi seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi strategi pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses dengan menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Penilaian proses juga digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran bila dijumpai hambatan-hambatan.

Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan kompetensi tertentu. Penilaian akhir program ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan apakah peserta didik telah mencapai kompetensi (tingkat penguasaan) minimal atau ketuntasan belajar seperti yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.

Jika ada peserta didik yang lebih mudah dan cepat mencapai penguasaan kompetensi minimal yang ditetapkan, maka sekolah perlu memberikan perlakuan khusus berupa program pembelajaran pengayaan. Pembelajaran pengayaan merupakan pembelajaran tambahan dengan tujuan untuk memberikan kesempatan pembelajaran baru bagi peserta didik yang memiliki kelebihan sedemikain rupa sehingga mereka dapat mengoptimalkan perkembangan minat, bakat, dan kecakapannya. Pembelajaran pengayaan berupaya mengembangkan keterampilan berpikir, kreativitas, keterampilan memecahkan masalah, eksperimentasi, inovasi, penemuan, keterampilan seni, keterampilan gerak, dsb. Pembelajaran pengayaan memberikan pelayanan kepada peserta didik yang memiliki kecerdasan lebih dengan tantangan belajar yang lebih tinggi untuk membantu mereka mencapai kapasitas optimal dalam belajarnya.

C. Jenis Pembelajaran Pengayaan

Ada tiga jenis pembelajaran pengayaan, yaitu:

1. Kegiatan eksploratori yang bersifat umum yang dirancang untuk disajikan kepada peserta didik. Sajian dimaksud berupa peristiwa sejarah, buku, tokoh masyarakat, dsb, yang secara regular tidak tercakup dalam kurikulum.

2. Keterampilan proses yang diperlukan oleh peserta didik agar berhasil dalam melakukan pendalaman dan investigasi terhadap topik yang diminati dalam bentuk pembelajaran mandiri.

3. Pemecahan masalah yang diberikan kepada peserta didik yang memiliki kemampuan belajar lebih tinggi berupa pemecahan masalah nyata dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah atau pendekatan investigatif/ penelitian ilmiah.

Pemecahan masalah ditandai dengan:

a. Identifikasi bidang permasalahan yang akan dikerjakan;

b. Penentuan fokus masalah/problem yang akan dipecahkan;

c. Penggunaan berbagai sumber;

d. Pengumpulan data menggunakan teknik yang relevan;

e. Analisis data;

f. Penyimpulan hasil investigasi.

Sekolah tertentu, khususnya yang memiliki peserta didik lebih cepat belajar dibanding sekolah-sekolah pada umumnya, dapat menaikkan tuntutan kompetensi melebihi standari isi. Misalnya sekolah-sekolah yang menginginkan memiliki keunggulan khusus.


III. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN PENGAYAAN

Pemberian pembelajaran pengayaan pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang memiliki kemampuan lebih, baik dalam kecepatan maupun kualitas belajarnya. Agar pemberian pengayaan tepat sasaran maka perlu ditempuh langkah-langkah sistematis, yaitu pertama mengidentifikasi kelebihan kemampuan peserta didik, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran pengayaan.

A. Identifikasi Kelebihan Kemampuan Belajar

1. Tujuan

Identifikasi kemampuan berlebih peserta didik dimaksudkan untuk mengetahui jenis serta tingkat kelebihan belajar peserta didik. Kelebihan kemampuan belajar itu antara lain meliputi:

a. Belajar lebih cepat.

Peserta didik yang memiliki kecepatan belajar tinggi ditandai dengan cepatnya penguasaan kompetensi (SK/KD) mata pelajaran tertentu.

b. Menyimpan informasi lebih mudah

Peserta didik yang memiliki kemampuan menyimpan informasi lebih mudah, akan memiliki banyak informasi yang tersimpan dalam memori/ ingatannya dan mudah diakses untuk digunakan.

c. Keingintahuan yang tinggi

Banyak bertanya dan menyelidiki merupakan tanda bahwa seorang peserta didik memiliki hasrat ingin tahu yang tinggi.

d. Berpikir mandiri.

Peserta didik dengan kemampuan berpikir mandiri umumnya lebih menyukai tugas mandiri serta mempunyai kapasitas sebagai pemimpin.

e. Superior dalam berpikir abstrak.

Peserta didik yang superior dalam berpikir abstrak umumnya menyukai kegiatan pemecahan masalah.

f. Memiliki banyak minat.

Mudah termotivasi untuk meminati masalah baru dan berpartisipasi dalam banyak kegiatan.


2. Teknik

Teknik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi kemampuan berlebih peserta didik dapat dilakukan antara lain melalui : tes IQ, tes inventori, wawancara, pengamatan, dsb.

a. Tes IQ (Intelligence Quotient) adalah tes yang digunakan untuk mengetahui tingkat kecerdasan peserta didik. Dari tes ini dapat diketahui tingkat kemampuan spasial, interpersonal, musikal, intrapersonal, verbal, logik/matematik, kinestetik, naturalistik, dsb.

b. Tes inventori

Tes inventori digunakan untuk menemukan dan mengumpulkan data mengenai bakat, minat, hobi, kebiasaan belajar, dsb.

c. Wawancara

Wanwancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai program pengayaan yang diminati peserta didik.

d. Pengamatan (observasi)

Pengamatan dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun tingkat pengayaan yang perlu diprogramkan untuk peserta didik.

B. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Pengayaan

Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran pengayaan dapat dilakukan antara lain melalui:

1. Belajar Kelompok

Sekelompok peserta didik yang memiliki minat tertentu diberikan pembelajaran bersama pada jam-jam pelajaran sekolah biasa, sambil menunggu teman-temannya yang mengikuti pembelajaran remedial karena belum mencapai ketuntasan.

2. Belajar mandiri.

Secara mandiri peserta didik belajar mengenai sesuatu yang diminati.

3. Pembelajaran berbasis tema.

Memadukan kurikulum di bawah tema besar sehingga peserta didik dapat mempelajari hubungan antara berbagai disiplin ilmu.

4. Pemadatan kurikulum.

Pemberian pembelajaran hanya untuk kompetensi/materi yang belum diketahui peserta didik. Dengan demikian tersedia waktu bagi peserta didik untuk memperoleh kompetensi/materi baru, atau bekerja dalam proyek secara mandiri sesuai dengan kapasitas maupun kapabilitas masing-masing.

Perlu dijelaskan bahwa panduan penyelenggaraan pembelajaran pengayaan ini terutama terkait dengan kegiatan tatap muka untuk jam-jam pelajaran sekolah biasa. Namun demikian kegiatan pembelajaran pengayaan dapat pula dikaitkan dengan kegiatan tugas terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Sekolah dapat juga memfasilitasi peserta didik dengan kelebihan kecerdasan dalam bentuk kegiatan pengembangan diri dengan spesifikasi pengayaan kompetensi tertentu, misalnya untuk bidang sains. Pembelajaran seperti ini diselenggarakan untuk membantu peserta didik mempersiapkan diri mengikuti kompetisi tingkat nasional maupun internasional seperti olimpiade internasional fisika, kimia dan biologi.

Sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran, kegiatan pengayaan tidak lepas kaitannya dengan penilaian. Penilaian hasil belajar kegiatan pengayaan, tentu tidak sama dengan kegiatan pembelajaran biasa, tetapi cukup dalam bentuk portofolio, dan harus dihargai sebagai nilai tambah (lebih) dari peserta didik yang normal.


IV. PENUTUP

Peserta didik memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda. Sesuai dengan kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda tersebut maka permasalahan yang dihadapi peserta didik pun berbeda-beda pula. Dalam melaksanakan pembelajaran, pendidik perlu tanggap terhadap kesulitan yang dihadapi maupun kelebihan yang dimiliki peserta didik.

Dalam rangka pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, peserta didik yang lebih cepat mencapai kompetensi yang telah ditentukan perlu diberi pembelajaran pengayaan.

Sebelum memberikan pembelajaran pengayaan, terlebih dahulu pendidik perlu mengidentifikasi kelebihan-kelebihan yang dimiliki peserta didik. Banyak teknik yang dapat digunakan, antara lain menggunakan tes, wawancara, pengamatan, dsb. Setelah diketahui kelebihan yang dimiliki, peserta didik diberikan pembelajaran pengayaan. Bentuk pembelajaran pengayaan misalnya pembelajaran kelompok, belajar mandiri, pembelajaran tematik, dan pemadatan kurikulum.

Oleh: trieelangsutajaya2008 | November 8, 2008

Pembelajaran Remedial

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kegiatan pembelajaran termasuk pembelajaran mandiri selalu dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mencapai standar kompetensi, kompetensi dasar dan penguasaan materi pembelajaran yang telah ditentukan. Secara garis besar kesulitan dimaksud dapat berupa kurangnya pengetahuan prasyarat, kesulitan memahami materi pembelajaran, maupun kesulitan dalam mengerjakan tugas-tugas latihan dan menyelesaikan soal-soal ulangan. Secara khusus, kesulitan yang dijumpai peserta didik dapat berupa tidak dikuasainya kompetensi dasar mata pelajaran tertentu, misalnya operasi bilangan dalam matematika; atau membaca dan menulis dalam pelajaran bahasa. Agar peserta didik dapat memecahkan kesulitan tersebut perlu adanya bantuan. Bantuan dimaksud berupa pemberian pembelajaran remedial atau perbaikan. Untuk keperluan pemberian pembelajaran remedial perlu dipilih strategi dan langkah-langkah yang tepat setelah terlebih dahulu diadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar yang dialami peserta didik.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut, satuan pendidikan perlu menyusun rencana sistematis pemberian pembelajaran remedial untuk membantu mengatasi kesulitan belajar peserta didik.

B. Tujuan

Penyusunan panduan ini bertujuan :

1. Memberikan pemahaman lebih luas bagaimana menyelenggarakan pembelajaran remedial.

2. Memberikan alternatif penyelenggaraan pembelajaran remedial yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan atau pendidik.

3. Memberikan layanan optimal melalui proses pembelajaran remedial.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup panduan ini meliputi: pembelajaran remedial, hakikat pembelajaran remedial, dan pelaksanaan pembelajaran remedial.


II. PEMBELAJARAN REMEDIAL

A. Pembelajaran Menurut Standar Nasional Pendidikan

Standar nasional pendidikan bertujuan menjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, Peraturan Pemerintah nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (PP No. 19/2005) menetapkan 8 standar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan pendidikan. Kedelapan standar dimaksud meliputi standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan.

Secara khusus, dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional tersebut, kompetensi yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah melaksanakan kegiatan pembelajaran ditetapkan dalam standar isi dan standar kompetensi kelulusan. Standar isi memuat standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik dalam mempelajari suatu mata pelajaran. Standar kompetensi lulusan (SKL) berisikan kompetensi yang harus dikuasai peserta didik pada setiap satuan pendidikan. Berkenaan dengan materi yang harus dipelajari, diatur dalam silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) yang dikembangkan oleh pendidik. Menurut pasal 6 PP no.19 Tahun 2005, terdapat 5 kelompok mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah untuk jenis pendidikan umum, kejuruan dan khusus. Kelima kelompok mata pelajaran tersebut meliputi kelompok mata pelajaran: agama dan akhlak mulia, kewarganegaraan dan kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan kesehatan.

Dalam rangka membantu peserta didik mencapai standar isi dan standar kompetensi lulusan, pelaksanaan atau proses pembelajaran perlu diusahakan agar interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan kesempatan yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.

Tidak dapat dipungkiri bahwa untuk mencapai tujuan dan prinsip-prinsip pembelajaran tersebut pasti dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan atau masalah belajar. Untuk mengatasi masalah-masalah tersebut, setiap satuan pendidikan perlu menyelenggarakan program pembelajaran remedial atau perbaikan.

B. Hakikat Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan layanan pendidikan yang diberikan kepada peserta didik untuk memperbaiki prestasi belajarnya sehingga mencapai kriteria ketuntasan yang ditetapkan. Untuk memahami konsep penyelenggaraan model pembelajaran remedial, terlebih dahulu perlu diperhatikan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diberlakukan berdasarkan Permendiknas 22, 23, 24 Tahun 2006 dan Permendiknas No. 6 Tahun 2007 menerapkan sistem pembelajaran berbasis kompetensi, sistem belajar tuntas, dan sistem pembelajaran yang memperhatikan perbedaan individual peserta didik. Sistem dimaksud ditandai dengan dirumuskannya secara jelas standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang harus dikuasai peserta didik. Penguasaan SK dan KD setiap peserta didik diukur menggunakan sistem penilaian acuan kriteria. Jika seorang peserta didik mencapai standar tertentu maka peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan.

Pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, dimulai dari penilaian kemampuan awal peserta didik terhadap kompetensi atau materi yang akan dipelajari. Kemudian dilaksanakan pembelajaran menggunakan berbagai metode seperti ceramah, demonstrasi, pembelajaran kolaboratif/kooperatif, inkuiri, diskoveri, dsb. Melengkapi metode pembelajaran digunakan juga berbagai media seperti media audio, video, dan audiovisual dalam berbagai format, mulai dari kaset audio, slide, video, komputer, multimedia, dsb. Di tengah pelaksanaan pembelajaran atau pada saat kegiatan pembelajaran sedang berlangsung, diadakan penilaian proses menggunakan berbagai teknik dan instrumen dengan tujuan untuk mengetahui kemajuan belajar serta seberapa jauh penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah atau sedang dipelajari. Pada akhir program pembelajaran, diadakan penilaian yang lebih formal berupa ulangan harian. Ulangan harian dimaksudkan untuk menentukan tingkat pencapaian belajar peserta didik, apakah seorang peserta didik gagal atau berhasil mencapai tingkat penguasaan tertentu yang telah dirumuskan pada saat pembelajaran direncanakan.

Apabila dijumpai adanya peserta didik yang tidak mencapai penguasaan kompetensi yang telah ditentukan, maka muncul permasalahan mengenai apa yang harus dilakukan oleh pendidik. Salah satu tindakan yang diperlukan adalah pemberian program pembelajaran remedial atau perbaikan. Dengan kata lain, remedial diperlukan bagi peserta didik yang belum mencapai kemampuan minimal yang ditetapkan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran. Pemberian program pembelajaran remedial didasarkan atas latar belakang bahwa pendidik perlu memperhatikan perbedaan individual peserta didik.

Dengan diberikannya pembelajaran remedial bagi peserta didik yang belum mencapai tingkat ketuntasan belajar, maka peserta didik ini memerlukan waktu lebih lama daripada mereka yang telah mencapai tingkat penguasaan. Mereka juga perlu menempuh penilaian kembali setelah mendapatkan program pembelajaran remedial.

C. Prinsip Pembelajaran Remedial

Pembelajaran remedial merupakan pemberian perlakuan khusus terhadap peserta didik yang mengalami hambatan dalam kegiatan belajarnya. Hambatan yang terjadi dapat berupa kurangnya pengetahuan dan keterampilan prasyarat atau lambat dalam mecapai kompetensi. Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran remedial sesuai dengan sifatnya sebagai pelayanan khusus antara lain:

1. Adaptif

Setiap peserta didik memiliki keunikan sendiri-sendiri. Oleh karena itu program pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk belajar sesuai dengan kecepatan, kesempatan, dan gaya belajar masing-masing. Dengan kata lain, pembelajaran remedial harus mengakomodasi perbedaan individual peserta didik.

2. Interaktif

Pembelajaran remedial hendaknya memungkinkan peserta didik untuk secara intensif berinteraksi dengan pendidik dan sumber belajar yang tersedia. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa kegiatan belajar peserta didik yang bersifat perbaikan perlu selalu mendapatkan monitoring dan pengawasan agar diketahui kemajuan belajarnya. Jika dijumpai adanya peserta didik yang mengalami kesulitan segera diberikan bantuan.

3. Fleksibilitas dalam Metode Pembelajaran dan Penilaian

Sejalan dengan sifat keunikan dan kesulitan belajar peserta didik yang berbeda-beda, maka dalam pembelajaran remedial perlu digunakan berbagai metode mengajar dan metode penilaian yang sesuai dengan karakteristik peserta didik.

4. Pemberian Umpan Balik Sesegera Mungkin

Umpan balik berupa informasi yang diberikan kepada peserta didik mengenai kemajuan belajarnya perlu diberikan sesegera mungkin. Umpan balik dapat bersifat korektif maupun konfirmatif. Dengan sesegera mungkin memberikan umpan balik dapat dihindari kekeliruan belajar yang berlarut-larut yang dialami peserta didik.

5. Kesinambungan dan Ketersediaan dalam Pemberian Pelayanan

Program pembelajaran reguler dengan pembelajaran remedial merupakan satu kesatuan, dengan demikian program pembelajaran reguler dengan remedial harus berkesinambungan dan programnya selalu tersedia agar setiap saat peserta didik dapat mengaksesnya sesuai dengan kesempatan masing-masing.

D. Bentuk Kegiatan Remedial

Dengan memperhatikan pengertian dan prinsip pembelajaran remedial tersebut, maka pembelajaran remedial dapat diselenggarakan dengan berbagai kegiatan antara lain:

1. Memberikan tambahan penjelasan atau contoh

Peserta didik kadang-kadang mengalami kesulitan memahami penyampaian materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang disajikan hanya sekali, apalagi kurang ilustrasi dan contoh. Pemberian tambahan ilustrasi, contoh dan bukan contoh untuk pembelajaran konsep misalnya akan membantu pembentukan konsep pada diri peserta didik.

2. Menggunakan strategi pembelajaran yang berbeda dengan sebelumnya

Penggunaan alternatif berbagai strategi pembelajaran akan memungkinkan peserta didik dapat mengatasi masalah pembelajaran yang dihadapi.

3. Mengkaji ulang pembelajaran yang lalu.

Penerapan prinsip pengulangan dalam pembelajaran akan membantu peserta didik menangkap pesan pembelajaran. Pengulangan dapat dilakukan dengan menggunakan metode dan media yang sama atau metode dan media yang berbeda.

4. Menggunakan berbagai jenis media

Penggunaan berbagai jenis media dapat menarik perhatian peserta didik. Perhatian memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Semakin memperhatikan, hasil belajar akan lebih baik. Namun peserta didik seringkali mengalami kesulitan untuk memperhatikan atau berkonsentrasi dalam waktu yang lama. Agar perhatian peserta didik terkonsentrasi pada materi pelajaran perlu digunakan berbagai media untuk mengendalikan perhatian peserta didik.


III. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN REMEDIAL

Pembelajaran remedial pada hakikatnya adalah pemberian bantuan bagi peserta didik yang mengalami kesulitan atau kelambatan belajar. Sehubungan dengan itu, langkah-langkah yang perlu dikerjakan dalam pemberian pembelajaran remedial meliputi dua langkah pokok, yaitu pertama mendiagnosis kesulitan belajar, dan kedua memberikan perlakuan (treatment) pembelajaran remedial.

A. Diagnosis Kesulitan Belajar

1. Tujuan

Diagnosis kesulitan belajar dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesulitan belajar peserta didik. Kesulitan belajar dapat dibedakan menjadi kesulitan ringan, sedang dan berat.

a. Kesulitan belajar ringan biasanya dijumpai pada peserta didik yang kurang perhatian di saat mengikuti pembelajaran.

b. Kesulitan belajar sedang dijumpai pada peserta didik yang mengalami gangguan belajar yang berasal dari luar diri peserta didik, misalnya faktor keluarga, lingkungan tempat tinggal, pergaulan, dsb.

c. Kesulitan belajar berat dijumpai pada peserta didik yang mengalami ketunaan pada diri mereka, misalnya tuna rungu, tuna netra¸tuna daksa, dsb.

2. Teknik

Teknik yang dapat digunakan untuk mendiagnosis kesulitan belajar antara lain: tes prasyarat (prasyarat pengetahuan, prasyarat keterampilan), tes diagnostik, wawancara, pengamatan, dsb.

a. Tes prasyarat adalah tes yang digunakan untuk mengetahui apakah prasyarat yang diperlukan untuk mencapai penguasaan kompetensi tertentu terpenuhi atau belum. Prasyarat ini meliputi prasyarat pengetahuan dan prasyarat keterampilan.

b. Tes diagnostik digunakan untuk mengetahui kesulitan peserta didik dalam menguasai kompetensi tertentu. Misalnya dalam mempelajari operasi bilangan, apakah peserta didik mengalami kesulitan pada kompetensi penambahan, pengurangan, pembagian, atau perkalian.

c. Wawancara dilakukan dengan mengadakan interaksi lisan dengan peserta didik untuk menggali lebih dalam mengenai kesulitan belajar yang dijumpai peserta didik.

d. Pengamatan (observasi) dilakukan dengan jalan melihat secara cermat perilaku belajar peserta didik. Dari pengamatan tersebut diharapkan dapat diketahui jenis maupun penyebab kesulitan belajar peserta didik.

B. Bentuk Pelaksanaan Pembelajaran Remedial

Setelah diketahui kesulitan belajar yang dihadapi peserta didik, langkah berikutnya adalah memberikan perlakuan berupa pembelajaran remedial. Bentuk-bentuk pelaksanaan pembelajaran remedial antara lain:

1. Pemberian pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda. Pembelajaran ulang dapat disampaikan dengan cara penyederhanaan materi, variasi cara penyajian, penyederhanaan tes/pertanyaan. Pembelajaran ulang dilakukan bilamana sebagian besar atau semua peserta didik belum mencapai ketuntasan belajar atau mengalami kesulitan belajar. Pendidik perlu memberikan penjelasan kembali dengan menggunakan metode dan/atau media yang lebih tepat.

2. Pemberian bimbingan secara khusus, misalnya bimbingan perorangan. Dalam hal pembelajaran klasikal peserta didik mengalami kesulitan, perlu dipilih alternatif tindak lanjut berupa pemberian bimbingan secara individual. Pemberian bimbingan perorangan merupakan implikasi peran pendidik sebagai tutor. Sistem tutorial dilaksanakan bilamana terdapat satu atau beberapa peserta didik yang belum berhasil mencapai ketuntasan.

3. Pemberian tugas-tugas latihan secara khusus.

Dalam rangka menerapkan prinsip pengulangan, tugas-tugas latihan perlu diperbanyak agar peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam mengerjakan tes akhir. Peserta didik perlu diberi latihan intensif (drill) untuk membantu menguasai kompetensi yang ditetapkan.

4. Pemanfaatan tutor sebaya.

Tutor sebaya adalah teman sekelas yang memiliki kecepatan belajar lebih. Mereka perlu dimanfaatkan untuk memberikan tutorial kepada rekannya yang mengalami kelambatan belajar. Dengan teman sebaya diharapkan peserta didik yang mengalami kesulitan belajar akan lebih terbuka dan akrab.

Hasil belajar yang menunjukkan tingkat pencapaian kompetensi melalui penilaian diperoleh dari penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses diperoleh melalui postes, tes kinerja, observasi dan lain-lain. Sedangkan penilaian hasil diperoleh melalui ulangan harian, ulangan tengah semester dan ulangan akhir semester.

Jika peserta didik tidak lulus karena penilaian hasil maka sebaiknya hanya mengulang tes tersebut dengan pembelajaran ulang jika diperlukan. Namun apabila ketidaklulusan akibat penilaian proses yang tidak diikuti (misalnya kinerja praktik, diskusi/presentasi kelompok) maka sebaiknya peserta didik mengulang semua proses yang harus diikuti.

C. Waktu Pelaksanaan Pembelajaran Remedial

Terdapat beberapa alternatif berkenaan dengan waktu atau kapan pembelajaran remedial dilaksanakan. Pertanyaan yang timbul, apakah pembelajaran remedial diberikan pada setiap akhir ulangan harian, mingguan, akhir bulan, tengah semester, atau akhir semester. Ataukah pembelajaran remedial itu diberikan setelah peserta didik mempelajari SK atau KD tertentu? Pembelajaran remedial dapat diberikan setelah peserta didik mempelajari KD tertentu. Namun karena dalam setiap SK terdapat beberapa KD, maka terlalu sulit bagi pendidik untuk melaksanakan pembelajaran remedial setiap selesai mempelajari KD tertentu. Mengingat indikator keberhasilan belajar peserta didik adalah tingkat ketuntasan dalam mencapai SK yang terdiri dari beberapa KD, maka pembelajaran remedial dapat juga diberikan setelah peserta didik menempuh tes SK yang terdiri dari beberapa KD. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa SK merupakan satu kebulatan kemampuan yang terdiri dari beberapa KD. Mereka yang belum mencapai penguasaan SK tertentu perlu mengikuti program pembelajaran remedial.

D. Tes Ulang

Tes ulang diberikan kepada peserta didik yang telah mengikuti program pembelajaran remedial agar dapat diketahui apakah peserta didik telah mencapai ketuntasan dalam penguasaan kompetensi yang telah ditentukan.

E. Nilai Hasil Remedial

Nilai hasil remedial tidak melebihi nilai KKM.


IV. PENUTUP

Peserta didik memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda. Sesuai dengan kemampuan dan karakteristik yang berbeda-beda tersebut maka permasalahan yang dihadapi berbeda-beda pula. Dalam melaksanakan pembelajaran, pendidik perlu tanggap terhadap kesulitan yang dihadapi peserta didik.

Dalam rangka pelaksanaan pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, peserta didik yang gagal mencapai tingkat pencapaian kompetensi yang telah ditentukan perlu diberikan pembelajaran remedial (perbaikan). Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam pemberian pembelajaran remedial antara lain adaptif, interaktif, fleksibel, pemberian umpan balik, dan ketersediaan program sepanjang waktu.

Sebelum memberikan pembelajaran remedial, terlebih dahulu pendidik perlu melaksanakan diagnosis terhadap kesulitan belajar peserta didik. Banyak teknik yang dapat digunakan, antara lain menggunakan tes, wawancara, pengamatan, dan sebagainya.

Setelah diketahui kesulitan belajarnya, peserta didik diberikan pembelajaran remedial. Banyak teknik dapat digunakan, misalnya pembelajaran ulang dengan metode dan media yang berbeda, penyederhanaan materi, pemanfaatan tutor sebaya, dan sebagainya.

Dalam memberikan pembelajaran remedial perlu dipertimbangkan kapan pembelajaran tersebut diberikan. Sesuai dengan prinsip pembelajaran berbasis kompetensi dan pembelajaran tuntas, maka pembelajaran remedial dapat diberikan setelah peserta didik satu atau beberapa kompetensi dasar. Untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik setelah menempuh remedial, perlu diberikan tes ulang.


DAFTAR PUSTAKA

Armstrong, D.G. & J.J. Denton (1998). Instructional skills handbook. Englewood Cliffs: Educational Technology Publications.

Boon, R. (2005) Remediation of reading, spelling, and comprehension. Sydney: Harris Park

McKeachie, et.al. (1994). Teaching tips: Strategies, research, and theory for college and university teachers. Lexington: D.C. Heath and Co.

Rienties B, Martin Rehm, and Joost Dijkstra (2005). Remedial online teaching in theory and practice. Netherlands: Maastricht University Publ.

Older Posts »

Kategori